ICIIS 2024 dan Ikhtiar Membangun Jembatan Perjumpaan
ICIIS 2024 dan Ikhtiar Membangun Jembatan Perjumpaan

Manado, BERITA SEKOLAH - Ikhtiar untuk membangun "jembatan perjumpaan" merupakan misi kemanusiaan yang berbasis keagamaan. Tesis tersebut dielaborasikan begitu komprehensif dalam Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama yang ditandatangani pada tanggal 4 Februari 2019 di Abu Dhabi oleh kedua tokoh agama yakni Paus Fransiskus sebagai Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Roma bersama Sheikh Ahmed Al-Tayeb sebagai Imam Besar dari Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Dokumen kemanusiaan tersebut disambut dengan sangat antusias oleh publik internasional, bukan karena kebaruan pesannya tetapi terlebih oleh karena aktualitas dan relevansinya. Betapa tidak, dokumen tersebut hadir sebagai oase di tengah kegersangan gagasan yang disebabkan oleh interpretasi keagamaan yang cenderung eksklusif dan kontra produktif. Dengan tidak mencederai apa pun dari agama-agama, dokumen tersebut menegaskan bahwa hakikat dari agama bukanlah "dinding" yang memisahkan, tetapi sebagai "jembatan" yang menghubungkan satu sama lain. 

ICIIS ketujuh yang dilangsungkan di Hotel Peninsula, Manado, 18-21 September 2024 merupakan bagian dari ikhtiar membangun jembatan perjumpaan. Saya sendiri dengan penuh gairah terlibat aktif dalam kegiatan itu. Walaupun sempat khawatir dengan kemampuan finansial, toh akhirnya perkara kecil itu bisa teratasi. Banyak orang baik terketuk. Sebab saya meyakini, doa orang jujur pasti diindahkan oleh Dia Sang Pemilik segala sesuatu. 

Hasrat yang tidak terbendung untuk melaksanakan misi 'membangun jembatan perjumpaan' dengan rekan-rekan sekemanusiaan di Manado, mendorong saya untuk terbang dari Jakarta pada hari Senin 16 September 2024, beberapa hari sebelum kegiatan ICIIS dimulai. Saya mengisi hari-hari sebelum kegiatan itu dengan bersilaturahmi ke berbagai komunitas lintas iman. Sebab menurut saya, jembatan perjumpaan itu harus dibangun untuk semua. Sayidina Ali bin Abi Thalib pernah berkata, kalau dia bukan saudaramu seiman, maka pandanglah dia sebagai saudaramu sekemanusiaan. Pesan ini begitu inspiratif dan energik. Begitu banyak orang terpanggil untuk membangun relasi sosial yang tidak lagi terbatas pada kategori agama dan atribut lainnya yang eksklusif, tetapi sebaliknya, relasi yang terbangun mesti dilandasi pada kesadaran kolektif bahwa semua orang bersaudara dalam kemanusiaan.

Selama hari-hari pelaksanaan ICIIS, saya berinteraksi dengan begitu banyak partisipan yang datang dari berbagai tempat dan latar belakang yang berbeda. Ada dialog, diskusi, dan bahkan saling menukar nomor kontak. Kami semua terlebur dalam satu kesadaran bersama bahwa perjumpaan yang terjadi selama beberapa hari itu tidak hanya sebagai mimpi yang menjadi kenyataan tetapi juga sebagai prospek bersama yang mesti terus dirawat dan direalisasikan di masa yang akan datang.

Wallahu A'lam Bis Shawab

Oleh: Hendrikus Maku, Mahasiswa Doktoral UIN Syarif Hidayatullah Jakarta