Integrasi Ilmu sebagai Distingsi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
Integrasi Ilmu sebagai Distingsi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam

Gedung Perpustakaan Riset Pascasarjana, BERITA SEKOLAH: SPs UIN Jakarta dengan dukungan Klub Riset Bildung dan Perpustakaan Riset SPs UIN Jakarta, sukses melaksanakan Kajian Kamisan ke-4 pada tanggal 20 Juni 2024 pukul 10.00 hingga 12.00 WIB di Perpustakaan Riset SPs UIN Jakarta.

Pada pertemuan ini, Dr. Suwendi, M.Ag. yang merupakan pendiri Klub Riset Bidung sekaligus dosen SPs UIN Jakarta bertindak sebagai narasumber dengan tema “Integrasi Ilmu sebagai Distingsi Perguruan Tinggi Keagamaan Islam”. Dalam diskusi ini, Dr. Suwendi, M.Ag menyataan bahwa integrasi ilmu keislaman ke dalam ilmu lainnya merupakan ciri khas perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI), yang tentu menjadi pembeda dari perguruan tinggi umum yang notabennya minim dengan diskursus keilmuan Islam.

Lebih lanjut lagi Dr. Suwendi menyatakan bahwa transformasi kelembagaan dari IAIN ke UIN mengemban amanah integrasi ilmu. “Jika ditinjau dari struktur, keilmuan pada perguruan tinggi di tanah air, terdapat 3 (tiga) aksentuasi keilmuan, yakni pertama, ilmu keislaman, sebagaimana direpresentasikan oleh Ma’had Aly dan IAIN di bawah binaan Kemenag; kedua, ilmu umum yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi di bawah Kemendikbud Ristek; dan ketiga keilmuan integrasi yang direpresentasikan oleh  Universitas Islam Negeri (UIN) di bawah binaan Kemenag, yang menjembatani rumpun keilmuan Islam dan umum yang sebelumnya berdiri masing-masing dan tidak saling menyapa, bahkan pada titik tertentu boleh jadi terjadi konflik”, ungkap Dr. Suwendi, M.Ag.

“Ian Barbour seorang fisikawan dan teolog, dalam bukunya When Science Meets Religion, menemukan ketika rumpun ilmu agama bertemu dengan sains, maka akan terjadi 4 (empat) macam hubungan, yakni konflik, independen, dialog, dan integrasi”, ungkap Dr. Suwendi, M.Ag.

Dalam konteks UIN Jakarta, ungkap Dr. Suwendi, M.Ag lebih lanjut, berdasarkan buku Integrasi Ilmu UIN Syarif Hidayatullah yang diterbitkan pada awal pendirian UIN masa Rektor Prof. Azyumardi Azra, tidak menggunakan pola islamisasi dan sekularisasi, tetapi menggunakan pola pendekatan dialogis. “Integrasi Ilmu dalam pandangan UIN Jakarta difahami sebagai cara pandang terhadap ilmu yang terbuka dan menghormati keberadaan jenis-jenis ilmu yang ada secara proporsional dengan  tidak meninggalkan  sifat kritis”, papar pria kelahiran Indramayu, Jawa Barat.

Pada bagian lain, Dr. Suwendi, M.Ag juga mengungkapkan bahwa integrasi ilmu menggunakan 4 (empat) pendekatan yang signifikan. Pertama, pendekatan Interdisipliner, yakni yaitu penggabungan dua atau lebih cabang ilmu pengetahuan  dalam satu rumpun ilmu pengetahuan. Satu cabang ilmu dijadikan sebagai sasaran kajian dan ilmu yang lain dijadikan sebagai pendekatan kajian. Kedua, pendekatan cross disipliner, yaitu penggabungan antara dua atau lebih cabang ilmu dalam rumpun yang berbeda. Ketiga, pendekatan multidisipliner, yaitu penggabungan antara tiga atau lebih cabang ilmu dalam rumpun yang sama atau berbeda dengan masing-masing pendekatan disimpulkan berdasarkan atas pendekatan yang digunakan. Keempat, transdisipliner, yakni penggabungan antara tiga atau lebih cabang ilmu dalam rumpun yang sama atau berbeda dengan mengintegrasikan seluruh kesimpulannya dalam satu kesatuan berbasis pendekatan yang digunakan.

“Semua bentuk integrasi ilmu ini merupakan ciri khas dari perguruan tinggi keagamaan Islam, utamanya UIN. Sebab, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2019 dan sejumlah Keputusan Presiden tentang perubahan dari IAIN menjadi UIN itu didasarkan atas kepentingan integrasi ilmu ini. Dengan demikian, UIN sudah semestinya menjadi binaan Kementerian Agama”, ungkap Dr. Suwendi, M.Ag.

Sungguhpun demikian, diakui tidak sedikit yang kurang memahami integrasi ilmu ini sehingga terjadi salah difahami,  bahkan kebijakan yang tidak pas. “Integrasi ilmu di perguruan tinggi masih banyak disalahartikan oleh civitas akademika. Banyak dari kalangan mahasiswa dan dan dosen-dosen muda yang mengartikan integrasi ilmu sebagai islamisasi ilmu. Pernyataan ini jelas-jelas bertolak belakang dengan konsep integrasi yang disusun oleh para pendahulu dan penggagas munculnya integrasi ilmu”, ungkap Dr. Suwendi, M.Ag.

Dalam sesi akhir, Dr. Suwendi, M.Ag mengharapkan agar konsep integrasi ilmu yang diamanahkan kepada civitas akademika UIN bisa dipahami lebih lanjut dan mendalam agar tidak gagal faham serta mampu diimplementasikan dengan baik. (kombang tua siregar/suwendi/JA)