Islam Membongkar Sekat Ras, Suku dan Keyakinan
Auditorium SPsUIN, BERITA SEKOLAH Online - Secara dogma dan doktrin tidak mungkin memahami Islam sebagai sumber kekerasan dan perbuatan teror. Sebaliknya dari awal munculnya Islam, justru Nabi Muhammad mengkampanyekan sisi-sisi kemanusiaan, kedamaian dan kehormatan untuk manusia di seluruh jagat raya. Tanpa memandang ras, suku, dan keyakinan.
Pikiran di atas disampaikan Dr. Abdul Aziz Munadhil, Dosen Universitas Ibnu Thufail Maroko dalam Kuliah Umum bertajuk “Peran Ulama dan Dai dalam Penyebaran Nilai Islam dan Kedamaian antar Umat”, di Auditorium Sekolah Pascasarjana (SPS), Selasa, 21 November 2017. Selain Dr Munadhil, hadir pembicara lain, Dr. Hamid Slimi, Direktur Canadian Centre for Deen Studies, Canada.
“Maka, Nabi selalu berada di tengah masyarakat untuk merekatkan mereka dan membangun kesepahaman dan kedamaian. Diletakkankanlah kiswah Kabah bersama dengan semua kelompok masyarakat. Dikatakan dengan tegas oleh Nabi bahwa darah, harta dan kehormatan siapapun adalah melekat pada dirinya. Haram bagi siapapun untuk mencabut, merusak dan menumpahkannya,” ungkap Munadhil.
Pikiran Munadhil ini terkait problem yang berkembang dewasa ini di dunia Islam. Dewasa ini, di berbagai negara terjadi kekerasan dan teror atas nama Islam. Mengatasnmakan Islam tanpa disertai ajaran fundamental Islam, jelas keliru. Kekerasan yang mengatasnamakan Islam tanpa disertai nilai-nilai Islam, jelas keluar dari koridor Islam itu.
Pernyataan Munadhil ini dipertegas Dr Silmi terkait internalisasi nilai Islam. Silmi menegaskan dalam konteks internalisasi nilai Islam, ulama dan dai berperan penting untuk menjadi juru penerang moral, proses pembudayaan, penyeru kebajikan, kebijaksanaan dan kesabaran.
Oleh karena itu, lanjut Silmi, poros dari semua itu adalah mereka bertugas untuk mendekatkan manusia dengan Allah dan mendekatkan manusia dengan sesamanya. Tidak boleh berperilaku sebaliknya, menjauhkan manusia dari Allah atau menjauhkan manusia dari sesamanya. Inilah misi kedamaian yang sejati. Untuk merealisasikan misi tersebut, maka mereka mengemban tugas yang berat tetapi mulia.
“Tugas tersebut bertumpu pada menghubungkan peristiwa sehari-hari dengan wahyu, memahami perkembangan dan tantangan zaman, merevitalisasi proses dan metode pembelajaran nilai dan moral, serta mengkader juru dakwah dan merumuskan langkah taktis yang mudah dan praktis. Sepanjang sejarah, apa yang dilakukan Nabi dan penerusnya berisi visi dan praktek tersebut. Maka, disepakatilah Piagam Madinah yang monumental. Disebutkan di dalamnya tentang prinsip-prinsip utama nilai kemanusiaan yang tetap inspiratif hingga sekarang,” ujar Silmi.
Bagi Silmi, Islam di Indonesia telah mencapai tingkat peradaban yang tinggi. Bahkan lebih tinggi dari belahan dunia Arab sekalipun. Maka, menjadi wajar jika Indonesia adalah tumpuan harapan dari dunia Islam dan non-Islam. Di sini, Islam dan kedamaian begitu terasa. Tidak semua anggota masyarakatnya dapat mengkampanyekan Islam secara verbal, tetapi perilaku dan sistem sosial yang ada telah menunjukkan keadaban Islam. (EAE)