Membangun Jembatan Persaudaraan: SPs UIN Jakarta Hadirkan Dr. Greg Soetomo, SJ dalam Studium Generale
Auditorium Prof. Dr. Suwito, MA SPs UIN Jakarta, SPs NEWS - Auditorium Prof. Dr. Suwito, MA Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dipenuhi suasana hangat dan penuh keakraban pada Rabu, 19 November 2025. SPs UIN Jakarta menggelar Studium Generale bertajuk "Relasi Gereja Katolik dan Umat Islam Indonesia". Acara ini bukan sekadar kuliah umum biasa, melainkan sebuah pernyataan tegas bahwa ruang perjumpaan lintas agama adalah sarana untuk memahami kemanusiaan. Di tengah keberagaman, acara ini hadir untuk meruntuhkan dinding pemisah dan menggantinya dengan jembatan pemahaman.
Narasumber dalam perhelatan ini adalah Dr. Greg Soetomo, SJ, seorang rohaniwan Katolik yang juga menjabat sebagai Socius Konferensi Yesuit Asia Pasifik. Kehadiran Romo Greg, sapaan akrabnya, di SPs terasa istimewa karena ini bukanlah sekedar kunjungan tamu, melainkan sebuah momentum "kepulangan akademis". Romo Greg adalah alumnus SPs UIN Jakarta, tempat ia menyelesaikan studi magister dan doktoralnya dengan fokus pada sejarah dan pemikiran Islam. Ia kembali ke almamaternya membawa pesan kuat tentang pentingnya membangun koneksi antariman.

Dalam sesi diskusi yang cair, Romo Greg menekankan filosofi "Membangun Jembatan, Bukan Tembok" (Build Bridges, Not Walls), sebuah semangat yang ia adopsi dari pesan Paus Fransiskus. Menurutnya, identitas seorang Katolik sejati justru terlihat ketika mereka mampu menjadi jembatan persaudaraan bagi sesama, bukan mendirikan sekat yang memisahkan. Narasi ini menjadi relevan di tengah tantangan intoleransi global, mengajak peserta untuk melihat perbedaan sebagai peluang memperkaya batin, bukan ancaman.
Salah satu sorotan menarik dalam pertemuan tersebut adalah ketika Romo Greg menunjukkan draf buku terbarunya di hadapan para peserta studium generale. Buku tersebut merupakan rangkuman dari 100 topik yang paling sering ditanyakan umat Katolik mengenai Islam. Uniknya, buku ini tidak melulu membahas teologi yang berat, tetapi juga menyentuh aspek ringan seperti hobi dan seni, dirancang khusus sebagai panduan praktis bagi umat Katolik untuk mengenal tetangga Muslim mereka secara lebih dekat.

Romo Greg menjelaskan bahwa bukunya diberi judul dengan kata kunci “Toward” atau “Menuju”. Pemilihan kata ini sangat filosofis, menyiratkan bahwa dialog antaragama bukanlah sebuah hasil akhir yang statis atau garis finis, melainkan sebuah proses pencarian terus-menerus yang mungkin berlangsung seumur hidup. Ia menegaskan bahwa upaya memahami "yang lain" adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kerendahan hati dan kesabaran.
Lebih jauh, Romo Greg membedah konsep dialog ke dalam empat ranah utama: dialog kehidupan, tindakan, pengalaman religius, dan teologi akademis. Keempat elemen ini ia sarikan dari pengalamannya sendiri selama menempuh studi di UIN Jakarta. Baginya, dialog tidak hanya terjadi di ruang seminar, tetapi juga dalam interaksi sehari-hari yang sederhana namun bermakna.

Suasana auditorium menjadi riuh dengan tawa ketika Romo Greg menceritakan anekdot jenaka tentang teman-teman Muslimnya yang berkunjung ke rumah dan menanyakan keberadaan istrinya. Ketika dijelaskan bahwa seorang pastor tidak menikah, teman-temannya justru tertawa dan serta-merta menyebutnya sebagai seorang "Sufi". Momen-momen cair dan jenaka inilah yang menurutnya menjadi bukti bahwa persaudaraan sejati sering kali tumbuh dari kesalahpahaman yang dijawab dengan senyuman dan keterbukaan.
Namun, poin paling menyentuh dari paparan Romo Greg adalah pengakuan jujurnya tentang transformasi iman yang ia alami. Menghabiskan waktu bertahun-tahun mendalami Islam di SPs UIN Jakarta tidak menggoyahkan imannya, justru sebaliknya. "I am a greater Catholic now, they are greater Muslims now," ungkapnya. Ia merasa bahwa dengan berkontemplasi dan bercermin pada ajaran Islam yang dijelaskan dosen-dosennya, ia menemukan kekayaan tradisinya sendiri yang selama ini mungkin terlewatkan, memperkuat identitas Kekatolikannya secara intelektual dan spiritual.

Komitmen Romo Greg terhadap dialog lintas iman tidak berhenti pada kata-kata atau tulisan. Menutup diskusinya, ia mengumumkan rencana aksi nyata berupa program exposure yang akan dilaksanakan pada Juli tahun depan. Ia berencana membawa sekitar 20 orang Katolik, termasuk para calon pastor, untuk tinggal dan "mengaji" di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah selama sepuluh hari. Inisiatif ini dirancang untuk memberikan pengalaman langsung (live-in) agar prasangka dapat terkikis oleh interaksi nyata.
Studium Generale ini akhirnya menjadi bukti nyata bahwa institusi pendidikan seperti SPs UIN Jakarta memegang peranan krusial dalam merawat kebinekaan. Melalui dialog terbuka dan akademis yang dihadirkan oleh figur seperti Romo Greg Soetomo, semangat toleransi, moderasi beragama, dan harmoni sosial bukan lagi sekadar wacana, melainkan sebuah praktik nyata yang terus diperjuangkan demi masa depan Indonesia yang lebih damai.(JA)
