Mengenal Aqidah Al-Salalijiyyah di Kajian Kamisan SPs UIN Jakarta
Gedung Perpustakaan Riset Pascasarjana, BERITA SEKOLAH: Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta, dengan dukungan Klub Riset Bildung dan Perpustakaan Riset SPs UIN Jakarta, sukses menggelar Kajian Kamisan pada tanggal 13 Juni 2024, di Perpustakaan Riset SPs UIN Jakarta. Pada kesempatan ini, Dr. Alvian Iqbal Zahasfan, SSI. Lc. MA. hadir sebagai narasumber dengan memaparkan tema Aqidah Al-Salalijiyyah. Sebab faktanya, belum banyak muslim Indonesia yang mengenal apa itu Aqidah Al-Salalijiyyah, sehingga kajian ini penting untuk mengenalkan gagasan Aqidah Al-Salalijiyyah.
Kajian Kamisan ini dibuka dengan peserta diberikan waktu untuk membaca dan mempelajari mengenai Aqidah Al-Salalijiyyah. Kemudian peserta diminta untuk menyampaikan pendapat berkaitan dengan Aqidah Al-Salalijiyyah.
Cantika, peserta Kajian Kamisan yang merupakan mahasiswa program doktor SPs UIN Jakarta, menyoroti satu hal unik dari Aqidah Al-Salalijiyyah. Ia menemukan alasan disusunnya Aqidah Al-Salalijiyyah oleh Imam Usman al-Salalijiy, yakni merupakan permintaan murid perempuannya yang bernama Khairunnah.
“Bukan hal biasa tentunya, seorang guru menulis sebuah kitab karena dorongan dari seorang murid. Khairunnah ini bukanlah murid biasa bagi Imam Usman Al-Salalijiy, bisa jadi ia adalah murid yang sangat alim dan cerdas dibanding murid lainnya.” Tutur Cantika
Kitab yang dimaksud berjudul “al-Aqidah al-Burhaniyyah wa al-Fushul al-Imaniyyah”. Oleh karenanya, Aqidah Al-Salalijiyyah ini juga populer dengan sebutan Aqidah Burhaniyyah. Al-Salalijiyyah sendiri dinisbatkan kepada julukan mashur Imam Usman, yang diambil dari daerah asalnya, al-Salaliju, kota kecil di Fez, Maroko. Banyak perdebatan terkait tahun kelahiran dan tahun wafat beliau, namun pendapat yang banyak dirujuk menyatakan beliau wafat tahun 594 H. dan dimakamkan di Maroko.
Menurut Yusuf Ihnanah, seorang cendekiawan Maroko, Imam Usman Al-Salalijiy merupakan salah satu tokoh yang berjasa mengajar serta menyebarkan Aqidah Imam Asy’ariyyah di negara Islam bagian Barat–mencakup negara-negara sebelah Barat Mesir yang di antaranya adalah Maroko. Oleh sebab itu, banyak juga yang menyebut Aqidah Al-Salalijiyyah ini sebagai ringkasan dari Aqidah Asy’ariyyah.
Dalam ulasannya, Dr. Alvian menyampaikan perbedaan menonjol antara Aqidah Asy’ariyyah Imam Usman Al-Salalijiy dengan Imam Al-Sanusiy.
Ia mengatakan, “Ada dua hal, pertama, Imam Usman Al-Salalijiy menetapkan sifat qidam, qiyamuhu bi nafsih, mukhalafah li al-hawadits, dan wahdaniyyah sebagai sifat nafsiyah. Padahal Imam Al-Sanusi memasukkan keempat sifat tersebut dalam kategori sifat salbiyyah. Kedua, Imam Usman Al-Salalijiy hanya menetapkan sifat ma’niwiyah pada Allah. Karena baginya, menetapkan sifat ma’nawiyyah berarti menetapkan sifat ma’nawiy.”
Meskipun Aqidah Al-Salalijiyyah ditulis dengan sangat ringkas, namun menurut penuturan para tokoh, Aqidah Al-Salalijiyyah telah mencakup pemikiran-pemikiran inti Aqidah Asy’ariyyah dan sangat mudah untuk dipahami. Sayangnya, ia belum dijamah oleh muslim Indonesia. Bahkan tradisi pondok pesantren di Indonesia pun, belum banyak merujuk pada Aqidah Al-Salalijiyyah. (Tanzil/Farkhan Fuady/JA)