Promosi Riset Islam dan Lingkungan Hidup di ICIIS 2024 Manado
Manado, BERITA SEKOLAH - Tidak banyak sarjana asing yang menaruh perhatian terhadap isu Islam dan lingkungan hidup. Mengkaitkan dua hal ini dalam satu tarikan nafas tidak hanya membutuhkan ekstra effort, tetapi juga bakal menghadapi realitas lapangan yang minim data. Namun tidak demikian bagi peneliti asal Jepang yang sedang fellowship di Lembaga ilmu pengetahuan nasional yang dikenal dengan BRIN ini.
Natsuki Chubachi (27 th), mahasiswa program doktoral di Universitas Kyoto ini menemukan fakta menarik berkenaan dengan semangat agen-agen Muslim Indonesia dalam menjalankan ajaran agamanya sekaligus mengatasi masalah-masalah sosial yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Dalam paparannya di hari kedua Kolokium Internasional Kajian Islam Interdisipliner (ICIIS) ke-7 yang diselenggarakan di Hotel Sintesa Peninsula, Manado, pada tanggal 18-21 September 2024, ia mendedahkan temuannya tentang fenomena “Green Islam” dari kantung-kantung Muslim Jawa yang jarang mendapatkan perhatian para peneliti.
Gagasan Green Islam tersebut ia ringkus dalam presentasinya yang menarik berjudul: Unseen Perspectives of Green Islam in Indonesia An Anthropological Study on Waste Management inside and outside Muharram Mosque. Bersama peserta lain yang menyajikan aneka topik penelitian, presentasinya direview secara kritis dan teliti oleh Prof. Yusuf Rahman.
Temuannya tentang etik Islam yang dibayangkan dan diperagakan pengurus masjid Muharram dalam bentuk program ‘Sadaqah Sampah’ menyedot minat dan perhatian sejumlah audiens kolokium. Data antropologis yang ia gali menunjukkan bahwa program green Islam tersebut cenderung digerakkan oleh berbagai dimensi etik yang inheren dalam Islam ketimbang oleh dorongan ‘environmental modern’. Menurutnya, satu hal yang menarik dari kekuatan agama adalah, “ia memiliki kekuatan yang tidak dimiliki sistem formal seperti pemerintah dan sistem demokrasi.”
Sebagai bagian dari disertasi yang sedang ia kerjakan di Graduate School of Asian and African Area Studies, Universitas Kyoto, presentasinya ini masih terus berkembang dari desain utama bertajuk: Evolusi Syariah Lingkungan. Selama penelitian di lapangan, ia menemukan data-data menarik yang menunjukkan adanya gap antara advokasi yang disampaikan informan utamanya (Ananto) dan motivasi para relawannya. Tetapi yang menyatukan pandangan mereka, menurutnya, adalah etika komunitas yang terkait dengan gagasan eskatologis (kehidupan akhirat).
Selain komunitas yang terafiliasi dengan ormas Muhammadiyah, lokasi penelitian Natsu juga merambah ke praktik filantropi baru berbasis lingkungan dalam dunia Islam yang disebut sebagai ‘hutan wakaf’. Objek penelitiannya ia temukan di desa Cibunian, Bogor melalui penelusuran di sosial media. Sebagaimana program Sadaqah Sampah, ideologi sadar lingkungan yang bertali temali dengan doktrin agama ia jumpai melalui keberadaan yayasan hutan wakaf yang saat ini areanya telah mencapai 6-10 hektar.
Kesungguhan Natsu meneliti Islam dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia nampaknya juga ditunjukkan dengan penguasaan bahasa Indonesia yang baik, serta kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Arab. Tidak heran jika ia kerap berbincang dengan narasumber dari Libya atau menyampaikan kalimat-kalimat bahasa Arab dengan fasih saat presentasi. “Saya menikmati acara ICIIS 2024 ini. Bisa bergaul dengan dosen-dosen UIN Jakarta. Menikmati snorkling di Bunaken dan aneka kuliner di Manado,” ungkapnya dalam bahasa Indonesia yang nyaris sempurna. #DH-24#