Public Lecture Kolaborasi antara SPs UIN Jakarta dengan BPKH, Transformasi Penyelenggaraan Haji: Kunci Layanan Berkelanjutan dan Berkeadilan
Auditorium Prof. Dr. Suwito, MA SPs UIN Jakarta, BERITA SPs: Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berkolaborasi dengan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dalam sebuah kuliah umum bertajuk “Pengelolaan Dana Haji Berkeadilan dan Berkelanjutan pada Investasi Surat Berharga BPKH”. Acara yang berlangsung di Auditorium Prof. Dr. Suwito, MA, ini membahas masa depan penyelenggaraan haji dan tata kelola haji.
Kuliah umum ini dihadiri Menteri Haji dan Umrah Republik Indonesia, Dr. KH. Mochamad Irfan Yusuf, M.Si; Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Asep Saepudin Jahar, Ph.D; Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Zulkifli, MA; Anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Dr. H. Indra Gunawan, SE, SIP, M.Sc, M.Cs; Ketua Komnas Haji, Dr. H. Mustolih Siradj, SHI, MH, CLA; Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana, Prof. Dr. Yusuf Rahman, MA; Kepala Biro Administrasi Umum dan Kepegawaian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. H. Nanang Fatchurochman, SH, S.Pd, M.Pd; Desty Eka Putri Sari (Mahasiswa Program Magister Sekolah Pascasarjana) bertindak sebagai moderator. Kehadiran mereka menunjukkan pentingnya kolaborasi antarlembaga untuk mencapai tata kelola haji yang lebih baik.
Dalam sambutannya, Direktur SPs UIN Jakarta, Prof. Dr. Zulkifli, MA, menyampaikan harapannya agar acara ini menjadi awal baru bagi kerja sama antara SPs UIN Jakarta dan Kementerian Haji dan Umrah. “Kami berharap kehadiran Menteri Haji dan Umrah menjadi awal baru sekaligus memperkuat kerja sama ke depan,” ujarnya.
Pembukaan acara dilakukan oleh Rektor UIN Jakarta, Prof. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D. Beliau menyambut hangat kehadiran Gus Irfan, panggilan akrab Menteri Haji dan Umrah. "Saya sangat bahagia atas kehadiran Gus Irfan, juga lahirnya Kementerian Haji dan Umrah. UIN Jakarta siap mendukung untuk penguatan kementerian," tutur Rektor.
Menteri Haji dan Umrah, Dr. K.H. Mochamad Irfan Yusuf, memaparkan visinya tentang “Transformasi Penyelenggaraan Haji dan Umrah”. Beliau menyampaikan bahwa mulai tahun 2026, kementeriannya akan mengambil alih seluruh penyelenggaraan haji, sebuah langkah strategis untuk meningkatkan pelayanan. Perubahan ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto.
Selain itu, Gus Irfan juga menekankan potensi ekonomi dari ekosistem haji dan umrah, yang mencapai total biaya tahunan sebesar Rp60 triliun. Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, berbagai program akan dijalankan, termasuk pembangunan “Kampung Haji” di Arab Saudi dan transformasi asrama haji menjadi hotel yang dapat beroperasi sepanjang tahun.
Mochamad Irfan Yusuf menambahkan bahwa optimalisasi aset haji, seperti gedung dan kantor layanan, akan dilakukan dengan pengalihan aset dari Kementerian Agama ke Kementerian Haji dan Umrah. Proses ini menunggu revisi Undang-Undang No. 8 Tahun 2019 yang sedang dalam tahap pembahasan.
Selanjutnya, Anggota Badan Pelaksana BPKH, Dr. H. Indra Gunawan, M.Sc, M.Cs, mempresentasikan terobosan BPKH dalam mengelola dana haji. Mengusung tema “Gagasan dan Kinerja Dana Haji yang Aman, Adil, dan Abadi,” ia menyoroti urgensi pergeseran dari rezim pengadaan ke investasi untuk mengantisipasi “capital flight” atau aliran dana ke luar negeri.
Dr. Indra Gunawan juga memperkenalkan inovasi digital, seperti sistem pendaftaran dan rekening individual bagi setiap jemaah. Inovasi ini memungkinkan jemaah untuk memantau dana mereka secara transparan.
Pemaparan terakhir disampaikan oleh Ketua Komnas Haji, Dr. H. Mustolih Siradj, MH, CLA, yang mengulas peran sentral BPKH. Ia menjelaskan bahwa pengelolaan dana haji didasarkan pada prinsip syariah, kehati-hatian, nirlaba, transparan, dan akuntabel. Dana yang dikelola bersumber dari setoran awal BPIH, nilai manfaat, dan Dana Abadi Umat (DAU).
Meskipun demikian, Dr. Mustolih Siradj juga menyoroti tantangan krusial terkait keberlanjutan dan keadilan distribusi nilai manfaat. Ia mengungkapkan adanya ketimpangan signifikan, di mana jemaah yang akan berangkat menerima nilai manfaat lebih besar dari jemaah tunggu, sebuah isu yang memicu perdebatan hingga munculnya pertanyaan mengenai skema "Ponzi".
Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia menegaskan bahwa dana setoran haji adalah milik calon jemaah secara individu dan hasil investasinya tidak boleh digunakan untuk membiayai jemaah lain, karena hal tersebut dianggap haram. Hal ini menunjukkan adanya ketegangan antara praktik yang ada dan pandangan syariah, sehingga menuntut BPKH untuk terus melakukan evaluasi dan penyesuaian demi menjaga kepercayaan umat.(JA)