Seminar Moderasi Beragama UIN Banten: Doktor Suwendi Tegaskan Moderasi Beragama Dibutuhkan Sepanjang Masa
Serang, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, BERITA SPs - Moderasi beragama bukanlah proyek, tetapi perjuangan bagi seluruh bangsa Indonesia. Indonesia yang berkarakter pluralistik dan spiritualistik itu harus dikelola dengan baik sehingga kedua karakter tersebut produktif dan berkontribusi bagi bangsa dan negara Indonesia. Moderasi beragama berperan untuk itu. Oleh karenanya, moderasi beragama dibutuhkan sepanjang masa. Hal tersebut ditegaskan oleh Suwendi, dosen Sekolah Pascasarjana (SPs) dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yang juga pernah terlibat sebagai Pokja Moderasi Beragama Kementerian Agama RI, dalam kegiatan Diskusi Dosen yang diselenggarakan oleh Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN Banten, Serang 11/11/2025.
Menurut Suwendi, konstruksi sosial-keagamaan yang melatarbelakangi lahirnya moderasi beragama itu bukan hanya terjadi pada masa lalu saja. Akan tetapi, hal tersebut berpotensi akan terjadi kapanpun, jika kita tidak merawat cara pandang, sikap, dan praktek beragama yang baik.
Cara pandang, sikap, dan praktek beragama yang ekstrim, klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak, serta mempertentangan agama dan negara dalam berbagai dimensi dan kadarnya itu dapat terjadi kapan saja. Terlebih, kapasitas keagamaan masyarakat yang tidak berkualitas dan mengartikulasikannya secara tidak proporsional itu berpotensi melahirkan ekstrimitas beragama.

Moderasi beragama hadir di antaranya untuk menangkal hal tersebut. “Yang dimoderasi itu cara pandang, sikap, dan praktek beragamanya. Bukan agamanya yang dimoderasi. Sebab, setiap agama diyakini oleh para pemeluknya itu pasti moderat. Tetapi, pengamalan dan ekspresi beragama oleh umat beragama itu belum tentu moderat”, papar Suwendi.
Untuk itu, menurut Suwendi, perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI) perlu melakukan transformasi dan penguatan moderasi beragama kepada seluruh stakeholder terkait, di antaranya dengan desain pembelajaran dan penguatan pendidikan multikultural. “Dalam konteks desain pembelajaran, mahasiswa tidak hanya didorong untuk mengetahui apa itu keberagaman, tetapi juga bagaimana mahasiswa itu dapat memahami kenyataan keragaman di lingkungannya maupun di masyarakat, serta mampu berinteraksi secara wajar di lingkungan tersebut”, ungkap Suwendi.

Secara konkret, mahasiswa diajak berkunjung secara langsung dan berdialog dengan umat agama yang berbeda, termasuk ke lembaga-lembaga pendidikan yang mereka kelola. “Sikap intoleransi antar umat beragama itu seringkali muncul karena kurangnya dialog dan tidak adanya komunikasi di antara mereka. Kondisi ini memunculkan sikap antipati sehingga pada gilirannya melahirkan saling menyalahkan”, papar Suwendi.
Kegiatan Diskusi Dosen ini dihadiri oleh dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Adab UIN Banten. Turut hadir Dekan, Masykur, para wakil dekan, ketua program studi, kepala pusat, Ketua Rumah Moderasi Beragama, dan sejumlah civitas akademika lainnya.
