Seminar Nasional: Pengembangan Kajian Islam Interdisipliner Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi
Auditorium Prof. Dr. Suwito, MA SPs UIN Jakarta, SPs NEWS: Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Seminar Nasional bertajuk “Pengembangan Kajian Islam Interdisipliner Melalui Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi”. Acara yang berlangsung di Auditorium Prof. Dr. Suwito, MA, pada Senin, 17 November 2025, ini menjadi sebuah respons akademik progresif terhadap dinamika keilmuan Islam di era digital.
Seminar nasional ini, yang dihadiri oleh 63 presenter dengan latar belakang keilmuan yang beragam, berawal dari sebuah kebutuhan esensial. Dr. Rizqi Handayani, MA, selaku Ketua Panitia, melaporkan bahwa acara ini terselenggara atas permintaan aktif dari mahasiswa sendiri. Mereka membutuhkan wadah untuk mempublikasikan dan mempresentasikan hasil penelitian, baik yang bersumber dari makalah kelas maupun riset yang sedang berjalan.
Topik yang diangkat, yaitu kajian Islam Interdisipliner dan multidisipliner yang bersahabat dengan teknologi informasi, menunjukkan kepekaan SPs terhadap fenomena terbaru. Hal ini menjadi bukti komitmen SPs untuk tidak hanya menjalankan kuliah rutin, namun juga menyajikan atmosfer akademik yang dinamis dan mendorong karya nyata.

Acara dibuka oleh Direktur SPs, Prof. Dr. Zulkifli, MA. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi mendalam atas kehadiran tiga narasumber. Direktur SPs juga menegaskan bahwa Seminar Nasional ini bagian dari serangkaian kegiatan akademik padat yang akan diselenggarakan SPs.
Beliau menyoroti pentingnya aktivisme akademik dengan sebuah pernyataan tajam: “Akademisi itu ada kalau dia berkarya, kalau dia tidak berkarya bukan akademisi.” Pesan ini menjadi pemantik semangat bagi seluruh hadirin untuk menjadikan karya sebagai barometer eksistensi keilmuan.
Prof. Zulkifli juga menyampaikan agenda terdekat SPs. Pada 19 November 2025, akan ada dua Studium Generale: pertama, mengenai “Relasi Gereja Katolik dan Umat Islam Indonesia” dengan narasumber Dr. Greg Soetomo, SJ, dan yang kedua, bertema “Cyberfaith Among Muslim Millenilas,” sekaligus peluncuran Indonesian Lab of Anthropo-Psychology of Religion and Spirituality.

Puncak kegiatan akademik di akhir tahun adalah Research Day pada 4 Desember 2025. Prof. Zulkifli menantang mahasiswa untuk hadir dan berani membantah karya dosennya yang akan mempresentasikan hasil penelitian, menekankan pentingnya dialektika dan kritik konstruktif dalam tradisi keilmuan.
Sesi Panel seminar nasional menghadirkan tiga Guru Besar dari bidang ilmu yang berbeda, menciptakan panel yang kaya dan komprehensif: Prof. Dr. M. Atho Mudzhar, MSPD (Guru Besar Sosiologi Hukum Islam UIN Jakarta), Prof. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Si (Guru Besar Sistem Informasi Manajemen UIN Jakarta), dan Prof. Ai Fatimah Nur Fuad, Ph.D (Guru Besar Studi Islam UHAMKA).
Prof. Atho Mudzhar memulai sesi dengan presentasinya, “Pendekatan Interdisipliner dalam Kajian Islam.” Beliau mendefinisikan kajian Islam interdisipliner sebagai penggunaan disiplin ilmu lain seperti kedokteran, arkeologi, atau astronomi untuk melengkapi pendekatan konvensional (tafsir, fikih, hadis) dalam menelaah objek kajian.

Prof. Atho menyajikan contoh-contoh yang menawan tentang relevansi interdisipliner. Kebenaran diselamatkannya jasad Firaun (QS. Yunus: 92) baru terungkap berkat arkeologi dan kedokteran yang menemukan sisa garam pada mumi Raja Ramses II.
Demikian pula, pemahaman tentang khasiat habbatussauda (jintan hitam) sebagai obat segala penyakit kini diperkuat oleh penelitian fisiologi dan farmasi modern. Bahkan, komunikasi Nabi Sulaiman dengan semut dapat dijelaskan melalui bantuan ilmu entomologi.
Narasumber kedua, Prof. Syopiansyah Jaya Putra, memaparkan pandangan visioner dalam presentasinya, “Transformasi Kajian Islam Interdisipliner di Era Digital: Model Integratif Berbasis AI, Big Data, dan ICT.”
Beliau mengusulkan sebuah model empat lapisan kunci: ICT sebagai infrastruktur, Big Data sebagai basis analitik, Artificial Intelligence (AI) sebagai kecerdasan komputasional, dan Epistemologi Islam sebagai kompas nilai dan etika.

Integrasi ini terbukti berhasil memperluas akses dan personalisasi pembelajaran Islam, memperkaya riset analitik teks keagamaan, serta memperkuat dakwah digital segmentatif. Model ini menawarkan kerangka baru untuk mengatasi tantangan digitalisasi kajian Islam, seperti fragmentasi otoritas dan kesenjangan literasi digital.
Prof. Ai Fatimah Nur Fuad menutup panel dengan presentasinya tentang “Pendekatan Interdisipliner dalam Mengkaji Islam,” menegaskan bahwa pendekatan ini adalah sebuah kebutuhan.
Menurutnya, mengkaji ajaran Islam hanya dari satu aspek dapat menyebabkan simplifikasi pemaknaan dan membuat diskursus keagamaan tidak berkembang. Ajaran Islam tumbuh dan berkembang di tengah kehidupan yang selalu berubah, menuntut fresh ijtihad atau pemikiran baru.
Pendekatan ini, yang disebut Prof. Amin Abdullah sebagai networking keilmuan (takamul al ulum), sangat penting untuk memahami keterkaitan, pengaruh, dan implikasi ajaran Islam dengan pengalaman kemanusiaan, yang melibatkan banyak faktor seperti sejarah, budaya, dan politik.

Seminar nasional diakhiri dengan closing statement dari Prof. Atho Mudzhar. Beliau menilai kegiatan ini sangat positif karena mempertemukan ilmu yang memiliki persamaan dan perbedaan, yang pada akhirnya memperkaya keilmuan.
Menanggapi kekhawatiran tentang "pengenceran" ilmu inti karena melibatkan terlalu banyak ilmu bantu, Prof. Atho menyampaikan sebuah penegasan: “Saya kira tidak ya semakin banyak ilmu yang kita singgung dari suatu subjek berarti dia akan semakin luas tapi intinya jangan lupa.” Pesan ini menjadi penutup inspiratif, memperkuat optimisme bahwa pendekatan interdisipliner justru memperluas dan memperkaya, tanpa menghilangkan esensi keilmuan Islam.
Acara dilanjutkan dengan sesi kolokium yang terbagi dalam Sembilan sesi paralel, menjadi bukti nyata dari upaya SPs untuk membumikan kajian Islam interdisipliner dan teknologi di tengah sivitas akademika.(JA)
