Teliti Dimensi Metaforis dan Psikologis Simbol Sufistik dalam Puisi-puisi Ibn al-Fāriḍ, Pradibyo jadi Doktor ke-1536
Auditorium Prof. Dr. Suwito, MA SPs UIN Jakarta, BERITA SEKOLAH: Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar ujian promosi doktor ke-1536 atas nama Pradibyo Herdiansyah di ruang auditorium Prof. Dr. Suwito, MA pada Jum'at, 23 Februari 2024.
Pradibyo Herdiansyah adalah mahasiswa program studi Doktor Pengkajian Islam, konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab. Ia merupakan penerima beasiswa Program Magister Lanjut Doktor (PMLD) Kementerian Agama yang berhasil menuntaskan studi magister dan doktornya dalam waktu 4,5 tahun serta meraih predikat Cum Laude. Judul penelitian yang diangkatnya adalah "Dimensi Metaforis dan Psikologis Simbol Sufistik dalam Puisi-puisi Ibn al-Fāriḍ (1181-1235 M)".
Ujian promosi doktor dipimpin oleh Prof. Zulkifli, MA., dan diuji oleh Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA; Prof. Dr. Hamid Nasuki, M.Ag; Prof. Dr. R. Yani'ah Wardani, M.Ag; Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Fakih, MA; Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, MA; dan Dr. Gazi, M.Si.
Riset Pradibyo berfokus pada analisis dimensi metaforis dan psikologis simbol sufistik dalam puisi-puisi Ibn al-Fāriḍ berdasarkan gaya bahasa, imajinasi, ide, dan sense. Kedua dimensi tersebut dianalisis melalui simbol-simbol (kata atau kalimat) yang berkaitan dengan konsep sufi dalam ontologi puisi Ibn al-Fāriḍ.
Terdapat beberapa temuan penting dalam riset ini. Pertama, dimensi metaforis yang menunjukkan simbol sufi dalam antologi puisi Ibn al-Fāriḍ terwujud dalam bentuk ungkapan-ungkapan majas dan gaya bahasa kiasan. Majas tersebut berbentuk simile deklaratif dan non-deklaratif berupa penyerupaan benda mati dengan benda hidup, penyerupaan sesuatu yang indrawi dengan sesuatu yang non-indrawi, serta berupa simbol-simbol perempuan, alam, dan cinta.
Kedua, ide dalam antologi puisi yang ditunjukkan melalui imajinasi kreatif, imajinasi asosiatif, dan imajinasi interpretatif berisikan makna simbol-simbol sufi tentang konsep cinta ilahi, keindahan mutlak, dan manifestasi Tuhan.
Ketiga, dimensi psikologis yang disiratkan melalui simbol-simbol berupa kata-kata seperti cawan, matahari, nama-nama perempuan (Laila, Lubna, Salma, Aza), dan samudera menunjukkan bahwa penyair memiliki beberapa pencitraan arketipe, di antaranya adalah orang tua bijak, kelahiran kembali, transformasi, persona, dan anima.
Arketipe-arketipe ini menghubungkan ketidaksadaran kolektif penyair dengan konsep sufi lainnya dan beberapa legenda-legenda di berbagai tradisi, seperti legenda Cawan Suci, cerita Dewa Ruci, dan kisah cinta Rahwana.
Berdasarkan temuannya tersebut, Pradibyo menyarankan agar dapat dilakukan penelitian lebih mendalam tentang hubungan antara kesusastraan, psikologi, dan tasawuf khususnya mengenai interpretasi simbol-simbol yang ada dalam puisi sufistik serta tentang perbandingan tradisi sufi dengan tradisi lain melalui teori Ketidaksadaran Kolektif. Ia juga berharap agar riset ini dapat memberikan kontribusi dalam studi Islam dan menjadi bahan dalam studi-studi kesusasteraan Islam. (Nabila/j)