Teliti Tentang Tafsīr Ḥasb Tartīb al-Nuzūl, Faris Raih Gelar Doktor ke-1538
Auditorium Prof. Dr. Suwito, MA SPs UIN Jakarta, BERITA SEKOLAH: Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar Ujian Promosi Doktor di Auditorium Prof. Dr. Suwito, MA pada Kamis, 29 Februari 2024.
Promovendus atas nama Faris Maulana Akbar merupakan mahasiswa Program Magister Lanjut Doktor (PMLD) di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta konsentrasi Ilmu Tafsir.
Faris berhasil mempertahankan disertasinya dengan judul Wacana Tafsīr Ḥasb Tartīb al-Nuzūl: Studi Kasus Pemikiran Muḥammad ‘Ābid al-Jābirī di bawah bimbingan Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA; Prof. Kusmana, MA, Ph.D; Ervan Nurtawab, MA, Ph.D.
Dalam disertasinya, Faris menjelaskan bahwa tafsir Tafsīr Ḥasb Tartīb al-Nuzūl urutan surahnya berdasarkan pada perpaduan antara proses penurunan Al-Qur’an dengan sejarah dakwah Nabi Muhamamad Saw. Hal ini sebagai penerapan pembacaan ganda antara Al-Qur’an dengan sirah dan sirah dengan Al-Qur’an yang bertujuan untuk mengenal hakikat hubungan intim antara Rasulullah Saw dan Al-Qur’an.
Terdapat tiga kesimpulan dalam disertasi ini. Pertama adanya kontruksi tafsīr ḥasb tartīb al-nuzūl yang berkaitan erat dengan epistemologi dan bersifat kritis. Hal ini juga terkait dengan latar belakang pemikiran Al-Jabiri yang terpengaruh dengan pemikiran Perancis. Sementara pemikiran Islamnya tidak hanya dilandasi dengan nalar bayānī yang bersifat tekstual, tetapi juga nalar burhānī yang memiliki ciri rasional.
Kedua, al fasl dan al wasl diterapkan sebagai dua langkah kembar dalam qirā’ah mu’āṣarah. Hal ini dimulai sejak awal penafsiran. Bahkan, pembacaan kontemporer tersebut telah melatarbelakangi munculnya tafsīr ḥasb tartīb al-nuzūl.
Ketiga, pemikiran al-Jābirī dalam tafsīr ḥasb tartīb al-nuzūl berkaitan dengan perkembangan tafsir modern dalam upayanya mengkontekstualisasikan makna al-Qur’an. Kemunculannya bertepatan dengan beberapa wacana kajian Al-Qur'an yang berkembang dalam keilmuan Barat, seperti kronologis pembacaan Al-Qur'an dan kaitannya dengan sejarah. Ide-idenya juga mencerminkan pemikiran tafsir era modern-kontemporer, yaitu kritis.
Faris Maulana Akbar berhasil mempertahankan disertasi di hadapan dewan penguji yang terdiri dari: Prof. Dr. Zulkifli, MA; Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA; Prof. Kusmana, MA, Ph.D; Ervan Nurtawab, MA, Ph.D; Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA; Prof. Dr. Yusuf Rahman, MA; Prof. Dr. Hamka Hasan, MA. Faris berhak memperoleh gelar doktor di bidang pengkajian Islam ke-1538 dengan predikat Cum Laude.(Hafidhoh/J)