Ujian Promosi Doktor Gandi Wibowo
Auditorium Prof. Dr. Suwito, MA SPs UIN Jakarta, BERITA SEKOLAH: Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar sidang promosi doktor ke-1518 di ruang auditorium Prof. Dr. Suwito, MA pada Kamis, 18 Januari 2024.
Promovendus atas nama Gandi Wibowo berhasil mempertahankan disertasi dengan judul Pandangan Keagamaan Moderat dalam Perspektif Islam dan Katolik: Studi Pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Hans Kung. Sidang promosi doktor diketuai oleh Prof. Dr. Zulkifli, M.A. dan diuji oleh Prof. Dr. Media Zainul Bahri, M.A., Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A., Prof. Dr. Achmad Syahid, M.Ag., dan Prof. Ismatu Ropi, M.A., Ph.D.
Gandi Wibowo merupakan mahasiswa S3 hasil kerjasama Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Sekolah Tinggi Teologi Baptis Kalvari Jakarta. Gandi adalah seorang penganut agama Kristen sekaligus dosen di salah satu Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen, yakni Sekolah Tinggi Teologi Baptis Kalvari Jakarta, dengan konsentrasi pemikiran Islam. Prof. Dr. Media Zainul Bahri, M.A. mengapresiasi hal ini sebagai salah satu bentuk penguatan akademik moderasi beragama. “Ini membuktikan bahwa UIN merupakan corong moderasi beragama,” ucap beliau.
Dalam disertasi ini, ada tujuh poin yang menjadi temuan penting. Pertama, baik Syafi’i Ma’arif maupun Hans Kung membutuhkan waktu lama dalam mendalami agama masing-masing. Pemahaman keagamaan yang mendalam didapatkan melalui proses sejak remaja dan diperkaya dengan ilmu humaniora dan sosial. Dengan demikian, pemahaman agama moderat didapat melalui proses yang panjang.
Kedua, pemahaman keagamaan moderat kedua tokoh tersebut cenderung melampaui konsep moderasi beragama yang disusun dan dikembangkan oleh Kementerian Agama.
Ketiga, pandangan moderasi beragama dinilai belum cukup untuk menghadapi konstelasi dan gelombang perubahan dunia yang rumit dan kompleks. Pandangan moderat harus diiringi dengan pemahaman dan sikap keagamaan yang modern, kosmopolitan yang mengakomodasi kebangsaan, progresif dan universal.
Keempat, agama bukan merupakan sumber permusuhan dan konflik. Agama merupakan sumber harmoni, perdamaian, dan kemajuan.
Kelima, dalam konteks Indonesia, disertasi ini menyempurnakan kritik Paul Knitter dengan analisis Foucault. Knitter mengkritik Kung secara tidak sadar terkooptasi oleh kekuasaan sehingga tidak menyertakan kalangan yang tertindas. Sementara Buya Maarif secara tidak langsung menjawab kritik Knitter dengan mencoba beberapa kali berdialog dengan kalangan ekstrimis yang mengusung ideologi transnasional.
Keenam, ide Kristendom dan Islamdom terdapat dalam tradisi Katolik dan Islam. Pasca Konsili Vatikan II, ide Kristendom mulai surut. Sementara konsep Islamdom bukan menjadi suara mainstream dari umat Islam di Indonesia.
Ketujuh, studi ini memperkuat teori Karen Armstrong dalam Fields of Blood bahwa agama tidak pernah menjadi sumber permusuhan dan konflik.
Disertasi ini mendapat beberapa catatan dan kritik dari penguji. Di antaranya belum terlihatnya gambaran sosio-religius masyarakat Jerman dan Swiss yang menjadi latar darah Hans Kung dan Indonesia yang merupakan asal dari Syafi’i Ma’arif. Perbandingan kedua tokoh juga dianggap sebagai perbandingan yang bukan apple to apple karena perbedaan domain kedua tokoh.
Ketua sidang sekaligus pembimbing II, Prof. Zulkifli, M.A. memberi saran agar menggambarkan kedua tokoh seperti video, untuk mendapatkan perjalanan hidup keduanya dalam mendalami agama. Bukan menggambarkan seperti foto kedua tokoh ketika sudah tua yang dianggap sebagai generalisasi pemahaman keduanya. “Agar tidak terjebak dalam menggeneralisasi tokoh secara berlebihan,” ucap beliau. (Hafidhoh Ma’rufah/swd/j)