Sekolah Pascasarjana | Islam di Australia Kini Berkembang Pesat
muslims in Australia, story of cultural, religious diversity, spsuinjkt, 2019, ridwaan jadwat
23287
post-template-default,single,single-post,postid-23287,single-format-standard,ajax_fade,page_not_loaded,,side_area_uncovered_from_content,qode-child-theme-ver-1.0.0,qode-theme-ver-13.1.2,qode-theme-bridge,wpb-js-composer js-comp-ver-5.4.5,vc_responsive

Islam di Australia Kini Berkembang Pesat

Islam di Australia Kini Berkembang Pesat

Gedung SPs UIN Jakarta, BERITA SEKOLAH Online – Islam kini mulai menunjukkan geliatnya di Australia. Bahkan tak sedikit Muslim Australia yang mendapat tempat dalam pemerintahan.

Menurut Utusan Khusus Kerja Sama Organsisasi Konferensi Islam (OKI) Ridwaan Jadwat, Australia sekarang sudah berbeda dengan Australia masa lalu. Perkembangan Muslim semakin pesat dan memiliki banyak peran penting dalam bebagai sektor, termasuk dalam pemerintahan.

“Saat ini, Islam adalah salah satu agama yang paling cepat berkembang di Australia, dan Muslim adalah bagian integral yang penting sebagai mosaik kekayaan masyarakat Australia,” katanya saat memberikan kuliah umum bertajuk “’Muslims in Australia: A Story of Cultural and Religious Diversity” di Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Jakarta, Jumat (20/9/2019).

Ridwaan menuturkan, makin pesatnya Islam dan Muslim di negeri Kangguru itu di antaranya ditandai dengan banyak masjid, sekolah Islam, serta daging dan restoran halal. Di luar itu, Muslim Australia juga kini sudah banyak menjadi anggota parlemen, dokter, pengacara, diplomat, polisi, militer, dan pengusaha.

“Pemerintah Australia juga semakin terbuka dengan penduduk imigran. Tidak ada lagi perbedaan antara kulit hitam dan kulit putih,” ujar diplomat Muslim yang kini menjadi Duta Besar Australia untuk Arab Saudi itu.

Bagi Ridwaan, Australia sekarang tak sekadar negara demokrasi modern dan multikultural tetapi negara yang mengakui semua tradisi dan kepercayaan warganya. Bahkan dikatakan Australia sekarang adalah tempat yang ramah bagi semua orang.

Ridwaan menceritakan, dirinya seorang penduduk imigran yang dulu sempat mendapat perlakuan kurang baik dari negara asalnya. Ibunya berasal dari suku Jawa dan ayah dari India. Pada usia 8 tahun, Ridwaan tinggal di Durban, Afrika Selatan, di masa rejim Apartheid, yang memisahkan kulit hitam dan kulit putih.

Di negaranya, Afrika Selatan, Ridwaan dan keluarga sangat tertekan oleh rejim Apartheid. Ia diperlakukan tidak adil. Ia harus naik bus, duduk, dan ke toilet hanya boleh untuk orang kulit hitam dan menghindari orang kulit putih.

“Pencampuran ras seperti itu adalah kejahatan dan pada waktu itu seluruh hidup saya ditentukan oleh pemisahan rasial,” ujarnya.

Menurut Ridwaan, Australia yang kini menjadi tempat tinggal barunya, setelah berimigrasi bersama keluarga, memiliki karakter dan budaya yang unik. Nilai-nilai Australia adalah pengalaman yang mengubah hidup dirinya dan keluarga.

Di Australia, kata pria yang lahir 19 Mei 1972 ini, penduduknya berasal dari hampir 200 negara dan memiliki hampir 400 bahasa. Tak hanya itu, lebih dari tiga juta orang berbicara dengan beragam bahasa selain bahasa Inggris di rumah.

“Kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah pusat dari model multikultural kami,” ungkapnya. Ia mengatakan lebih dari 130 tradisi keagamaan ada di Australia, termasuk lebih dari 600.000 Muslim.

Kehadiran Islam di Australia, menurut Ridwaan, sebenarnya sebelum masa penyelesaian Eropa. Orang Indonesia adalah yang pertama memperkenalkan Islam ke Australia pada abad ke-16. Ia berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan, yakni seorang nelayan Muslim.

Ridwaan mengatakan bahwa dengan mempromosikan dan memelihara multikulturalisme di Australia, akan terbangun masyarakat yang lebih dinamis dan lebih inklusif. Selain itu juga dapat memupuk kesehatan dan kemakmuran bagi semua warga Australia.

“Tidak peduli siapa kami, dan dari mana kami berasal,” katanya. (ns)

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.