Sekolah Pascasarjana | Pejabat yang Mencintai Kampusnya
17483
post-template-default,single,single-post,postid-17483,single-format-standard,ajax_fade,page_not_loaded,,side_area_uncovered_from_content,qode-child-theme-ver-1.0.0,qode-theme-ver-13.1.2,qode-theme-bridge,wpb-js-composer js-comp-ver-5.4.5,vc_responsive

Pejabat yang Mencintai Kampusnya

Pejabat yang Mencintai Kampusnya

Auditorium SPs UIN Jakarta, BERITA SEKOLAH Online– Tepat 7 Maret 2016, Prof Dr Suwito genap berusia 60 tahun. Guru Besar Sejarah Pemikiran dan Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta itu pun merayakannya dengan meluncurkan buku otobiografi berjudul Mungkin Segalanya Mungkin di Auditorium SPs UIN Jakarta pada 7 Maret 2016.

Acara peluncuran buku otobiografi setebal 392 +1viii itu digelar sederhana dan hanya dihadiri oleh keluarga serta sejumlah kolega dekatnya. Antara lain mantan Menteri Pendidikan Nasional era Presiden Megawati Soekarnoputri dan mantan Menteri Agama era Presiden BJ Habibie Prof Dr A. Malik Fadjar, Ketua Senat Universitas UIN Jakarta Prof Dr HM Atho Mudzhar, Wakil Rektor Bidang Pengembangan Lembaga dan Kerja Sama Prof Dr Murodi, dan Direktur SPs UIN Jakarta Prof Dr Masykuri Abdillah.

“Alhamdulillah, banyak juga yang datang,” kata suami Nilfa Yetti Tanjung, yang dinikahinya sejak 1980 dan kini dikarunia empat anak serta empat cucu itu.

Selain meluncurkan buku otobiografi, acara ulang tahun itu juga dibumbui dengan meniup lilin dan memotong kue tar. Acara lainnya adalah berupa sambutan dari beberapa kolega dekat, termasuk mahasiswanya di SPs UIN Jakarta. Atas sambutan yang luar biasa itu, Suwito pun mengaku terharu dan bersyukur.

Suwito menulis buku otobiografi bukan tanpa sebab. Sebagaimana yang ditulis dalam kata pengantar bukunya, ia mengatakan bahwa buku yang ditulisnya sekedar untuk introspeksi.

“Bukan untuk berbangga, tetapi agar saya dapat melakukan perubahan menjadi yang lebih baik di masa mendatang,” katanya.

Suwito, atau yang akrab disapa Pak Wito, lahir di Pati, Jawa Tengah, 7 Maret 1956. Ia merupakan anak semata wayang dari pasangan Suto Dikromo Rakiyo dan Rasemi Tokromo. Setelah menamatkan pendidikan S1 di Jurusan Bahasa Arab IAIN Jakarta tahun 1983, ia melanjutkan jenjang S2 di Program Pascasarjana (PPs) IAIN Jakarta dan tamat tahun 1990, lalu S3 di kampus yang sama hingga tamat tahun 1995 dan kemudian guru besar (2001).

Kariernya di dunia akademik tak hanya mengajar dan menjadi pejabat di almamaternya kini, tetapi juga di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Di UIN Jakarta, ia awali karirnya di Program Pascasarjana (PPs) dengan menjabat sebagai Asisten Direktur II (1997-2000) dan Ketua Konsentrasi Pendidikan Islam (1999-2005). Tak lama ia kemudian diangkat menjadi Pembantu Rektor Bidang Akademik (2000-2003) dan Pembantu Rektor Bidang Pengembangan Lembaga (2003-2006).

“Tapi setelah itu saya kembali mengabdi di pascasarjana, yang kemudian namanya berubah menjadi Sekolah Pascasarjana atau SPs,” jelas Suwito.

Di SPs ini, ia berturut-turut pernah menjabat Deputi Direktur Bidang Pengembangan Lembaga SPs (2007-2010), Deputi Direktur Bidang Akademik dan Kerjasama (2010-2013), dan Ketua Jurusan Program Doktor Pengkajian Islam merangkap Wakil Direktur Bidang Akademik, Kerja Sama, dan Pengembangan Kelembagaan (2013-2015).

Kemudian, sejak tahun 2015 hingga sekarang, ia diangkat sebagai Sekretaris Senat UIN Jakarta. Sedangkan di UMJ, diantaranya pernah menjabat Pembantu Dekan IV Fakultas Tarbiyah (1988-1992), Pembantu Dekan I (1992-1993), Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (1994-1995), dan Pembantu Dekan I (1995-2000).

Kiprah Suwito di bidang akademik tak diragukan lagi. Meski diakuinya lemah dengan karya intelektual akademik, namun soal desain akademik dan pengembangan kelembagaan kampus patut juga diacungi jempol. Ia misalnya tak hanya dikenal dengan gagasan nyleneh-nya tapi juga mampu membuat kampus menjadi ramai dengan “pernak-pernik informasi”, baik pada program S1 maupun pascasarjana, baik di bidang akademik maupun non akademik.

Hal itu misalnya terlihat pada catatan buk otobiografi yang ditulisnya sendiri. Ada kesan bahwa Suwito memang sosok pejabat yang sangat mencintai kampusnya.

“Ya yang mungkin bisa saja segalanya menjadi mungkin,” selorohnya tanpa bermaksud berbangga diri. (jns)

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.