Sekolah Pascasarjana | Merajut Kedamaian Berbasis Keadilan
17603
post-template-default,single,single-post,postid-17603,single-format-standard,ajax_fade,page_not_loaded,,side_area_uncovered_from_content,qode-child-theme-ver-1.0.0,qode-theme-ver-13.1.2,qode-theme-bridge,wpb-js-composer js-comp-ver-5.4.5,vc_responsive

Merajut Kedamaian Berbasis Keadilan

Merajut Kedamaian Berbasis Keadilan

Auditorium SPs UIN Jakarta, Berita Sekolah Online – Untuk mengatasi krisis Kurdi, ada 10 landasan utama untuk mencapai titik temu kedamaian dalam menangani dan mengatasi konflik di kawasan Kurdi di Turki.

Pikiran di atas diuraikan Prof Dr Alpaslan Ozerdem dari Coventry University, Inggris dalam kuliah umum bertajuk “10 Golden Rules of Peacebuilding: Kurdish Crisis in Turkey”, di ruang auditorium Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Selasa, 24 Oktober 2017.

Selain memberi kuliah umum, kehadiran Prof Ozerdem juga menindaklanjuti Memorandum of Understanding (MoU) antara Sekolah Pascasarjana (SPS) dan Coventry University.

10 landasan mencapai titik temu kedamaian kawasan Kurdi di Turki, lanjut Ozerdem, format pendekatan dan landasannya memang tidaklah relevan untuk semua situasi konflik. Akan selalu muncul format baru sesuai dengan dinamika konflik itu sendiri.

“Tetapi, yang pasti tidak ada upaya damai yang berhasil tanpa berawal dan bermuara pada terwujudnya keadilan bagi semua pihak yang terlibat,” ujar penulis buku Peace in Turki 2023 ini.

10 landasan yang dipaparkan Ozerdem itu; pertama, Peace made by people. Kedamaian itu bukanlah semata dibuat oleh elit. Tapi harus berangkat dari adanya kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Kedua, Tahapan penyelesaian secara berjenjang; conflict management, conflict resolution and conflict transformation.

“ Dan ketiga, no peace without political will. Tidak akan ada kedamaian tanpa adanya kemauan politik. Kemauan politik itu harus ada agar situasi damai tercipta. Tanpa kemauan politik, akan susah ada kedamaian,” ungkap Ozerdem.

Lebih jauh Ozerdem menambahkan 10 landasan kedamaian itu dengan menyodorkan enam poin landasan utama kedamaian. Keempat, social justice. Kedamaian berdasarkan dan bermuara pada keadilan sosial; kelima. Be ware of regional or international dynamics. Dalam upaya mewujudkan damai, agar selalu mencermati dinamika sosial regional dan internasional; keenam, transform war economy to peace economy. Rubahlah model ekonomi perang menuju model ekonomi damai; ketujuh Don’t romanticize peace. Jangan meromantisir dan mendramatisir kedamaian.

“Kedelapan ini yang juga penting, perlunya psychological reconstruction as a priority. Rekonstruksi dan rehabilitasi psikologis harus menjadi perhatian utama. Jika mampu melakukan rekonstruksi dan rehabilitasi psikologig, faktor kesembilan, understand traditional peacebuilding approach, pahami dengan baik pendekatan kedamaian berbasiskan nilai tradisi, menjadi urgen,” tegas Ozerdem di hadapan mahasiswa pascasarjana UIN Jakarta.

Terakhir menurut Ozerdem, perlunya build bridges between hearts for reconstruction. Bangun jembatan antara hati untuk rekonstruksi tersebut. Bukan semata jembatan fisik.

Sementara itu Direktur Sekolah Pascasarjana, UIN Jakarta, Prof. Dr. Masykuri Abdillah, menekankan bahwa upaya damai yang berkeadilan akan selalu menghasilkan prinsip kebersamaan.

“Karena semua merasa menang dan tidak ada yang merasa dikalahkan, win win solution. Hal ini tercermin juga dalam pengalaman menangani konflik di beberapa daerah di Indonesia ini,” ungkap Masykuri.

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.