Sekolah Pascasarjana | Meski Non Muslim, Saya Merasa Nyaman
29198
post-template-default,single,single-post,postid-29198,single-format-standard,ajax_fade,page_not_loaded,,side_area_uncovered_from_content,qode-child-theme-ver-1.0.0,qode-theme-ver-13.1.2,qode-theme-bridge,wpb-js-composer js-comp-ver-5.4.5,vc_responsive

Meski Non Muslim, Saya Merasa Nyaman

Meski Non Muslim, Saya Merasa Nyaman

Auditorium Prof. Dr. Suwito, MA SPs UIN Jakarta, BERITA SEKOLAH: Bara Izzat Wiwah Handaru, dosen Sekolah Tinggi Teologi (STT) Baptis Kalvari Jakarta, mengaku senang lulus sebagai doktor dari Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN Jakarta. Studi program doktoral di UIN Jakarta, katanya, menjadi pengalaman hidup yang memperluas wawasan dirinya dalam dunia pendidikan dan agama.

Hal itu diungkapkan Bara seusai dirinya dinyatakan lulus sebagai doktor pada Sidang Promosi Doktor yang digelar pada 13 Juni 2023. Ia berhasil mempertahankan disertasinya berjudul Komunikasi Regulasi dalam Kehidupan Beragama di Indonesia (Respons Umat Kristen dalam Izin Pendirian Rumah Ibadah) di hadapan tim penguji yang terdiri atas Prof Dr Zulkifli, Prof Dr Andi Faisal Bakti, Prof Dr HM Amin Nurdin, dan Muhammad Zuhdi, PhD dengan promotor Prof Dr Zulkifli, Prof Ismatu Ropi, PhD, dan Prof (Ris) Dr Muhammad Adlin Sila, PhD. Doktor Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi tersebut lulus Sangat Memuaskan dengan IPK 3,65.

Menurut Bara, setiap mahasiswa mungkin memiliki pengalaman berbeda selama menempuh studi di SPs UIN Jakarta. Sebagai mahasiswa yang beragama Kristen, ujarnya, ketakutan terbesar yang dihadapi adalah realita cross cultural studies.

“Saya belajar ilmu yang berbeda (lintas agama), dan terlibat dengan lingkungan sosial agama yang berbeda pula,” katanya.

Semula, ia sempat ketakutan dan pesimis karena merasa dirinya minoritas. Itu sebabnya, berinteraksi dengan para pimpinan, staf, dosen, dan mahasiswaselama di kampus menjadi tantangan baru baginya. Namun, realita itu tak menyurutkan niat dirinya untuk bergabung di SPs UIN Jakarta. Justru, perbedaan tersebut menjadi kekuatan bagi Bara untuk bertahan sampai garis akhir.

“Bagaimana tidak, culture kampus UIN Jakarta dengan values “Knowledge, Piety, Integrity” membuat saya merasa nyaman dalam menyelesaikan studi doktoral dengan baik.  Hal itu juga didukung dengan suasana akademik di kampus yang selalu mendorong dialog antarmahasiswa dan saling menghormati, sehingga menciptakan lingkungan yang inklusif dan terbuka,” paparnya.

Bara menyatakan, proses interaksi dengan pimpinan dan staf, juga dirasakan cukup hangat. Mereka sangat peduli dengan kemajuan mahasiswa. Bahkan mereka selalu bersedia memberi waktu untuk menjawab pertanyaan, memberikan arahan, dan saran yang berharga terkait kebutuhan operasional perkuliahan.

Salah satu kalimat yang membuat dirinya tenang adalah perkataan hangat Prof Dr Didin Saepudin (Kaprodi periode 2019-2023). Kata-nya, apa pun masalahnya, di dalam silaturahmi pasti ada solusi. Kalau mahasiswa sedang mengalami kendala studi, silakan langsung menghubungi saya.

“Faktanya, setiap saya mengalami kendala, Pak Didin bersedia untuk memberi waktu dengan arahan yang solutif,” ucap dia.

Hal yang sama juga dirasakan Bara selama mengikuti perkuliahan di kelas. Konon, ia memiliki pengalaman luar biasa dengan para dosen. Me-reka, katanya, sangat inspiratif dan  memiliki keahlian dalam bidangnya masing-masing. Selain itu, mereka juga sangat memperhatikan partisipasi mahasiswa di kelas.

Karena itu, Bara kemudian terdorong untuk terlibat aktif berdiskusi dan berinteraksi, serta saling belajar pengalaman satu sama lain.

Pria kelahiran Semarang, 28 April 1988, itu juga punya kesan khusus dengan Prof (Riset) Dr Muhammad Adlin Sila saat merespon “chat japri” dirinya terkait rencana penulisan proposal disertasi.

“Dengan sabar beliau memberikan bimbingan dan  feedback yang sistematis, serta membantu saya untuk mengeksplorasi ide-ide baru,” sebutnya.

Demikian juga dengan interaksi antarmahasiswa di kampus. Atmosfer dalam lingkungan kampus dan perkuliahan di kelas, menurut Bara, cukup membuat dirinya “insecure” terlibat dalam diskusi. Namun, pada kenyataannya, lingkungan kampus dan diskusi kelas justru membuat dirinya bertumbuh.

Kesan lainnya, lanjt Bara, adalah budaya kampus yang menciptakan ikatan batin bagi seluruh sivitas akademika. Dia memiliki kesempatan untuk bertemu dan bersahabat dengan saudara-saudara Muslim dari berbagai latar belakang sosial, suku, dan budaya.

“UIN Jakarta membantu saya memperluas lingkaran sosial agama, memahami worldview berbeda, dan membangun persahabatan yang baik,” tandasnya.

Tak hanya itu, pengalaman studi di UIN Jakarta bagi Bara dinilainya sebagai sebuah perjalanan hidup yang mengesankan. Katanya, dia memperoleh perspektif baru dan mengetahui nilai-nilai Islam dalam menghargai keberagaman, serta menciptakan kerukunan antarumat beragama di Indonesia. (ns)

No Comments

Sorry, the comment form is closed at this time.